Nagari Sariak dikenal dengan banyaknya situs budaya dan kesejarahan. Masyarakat Sariak menurut keterangan yang berasal dari orang-orang tua datang antara abad ke-15 masehi. Hal ini juga dapat disimpulkan dari sebuah tambo yang berbunyi  :

“Dek lamo baka lamoan, nampaklah gosong dari lauik, yang segedang talua itiak, sedang dilamun ombak. Dek lamo baka lamoan aia lauik basentah turun, nan gosong lah basentah naiak, dek dareklah sarupo paco, namun kaba nan baiak kian Lorong kapado niniak kito, lah mandarek maso itu iyp dipuncak gunuang marapi. Dari mano titiak palito, dari telong nan barapi, dari mano asa niniak kito dari puncak gunuang marapi”.

Menurut informasi yang didapatkan moyang dari Masyarakat Nagari Sariak berasal dari daerah Pagaruyung dan terus berjalan ke arah barat dengan tujuan memperluas wilayah. Perjalanan ini dibersamai oleh Datuak Tumangguang dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Sekelompok masyarakat tersebut sampai kira-kira di Lereng Gunung Merapi. Hasil penglihatan tersebut menurut pendapat mereka ada sumber kehidupan di daerah itu. Maka mereka menelusurinya, sampailah disebuah tempat dimana mereka menemui serumpun Batang Sariak.

Batang sariak tersebut memiliki “miang” kalau kita menyentuhnya kita akan gatal-gatal. Dalam membersihkan batang sariak itu kelompok masyarakat tersebut mengalami gatal-gatal ditubuh mereka sehingga mereka pergi kesebuah kolam yang telah mereka temui sebelumnya untuk membersihkan badan yang kena miang tersebut, yang sampai sekarang kolam itu masih ada yang di kenal dengan Tabek Sariak.

Foto Tabek Sariak (2025) : Dokumentasi Pribadi

Setelah selesai mandi kelompok tersebut mengadakan rapat dan hasilnya ialah kesepakatan bahwa daerah tersebut diberi nama Sariak. Seiring berjalannya waktu anak kemenakan dari dua datuak tersebut semakin berkembang sehingga dibutuhkan masjid yang mana masjid tersebut Bernama Masjid Syuhada. Masjid tersebut dibangun dengan cara gotong royong, Lokasi dari masjid tersebut bersebelahan dari Tabek Sariak tersebut.